Tuama Minsel

Tuama Minahasa Selatan

Kamis, 13 November 2008

Sambutan Ketua Umum Institut Seni Budaya Sulawesi Utara


Tak kenal, maka tak sayang. Itu adalah adagium yang telah sangat di hafal, dan kita setujui maknanya. Tetapi lebih dari itu, sepanjang mengenai seni budaya tradisional, bagi setiap kita yang berasal dari dalam lingkaran kebudayaan tradisonal itu, tak mengenal seni budaya leluhur sama dengan membunuh suatu potensi paling dasar dari pribadi kita sendiri. Akibatnya jelas, sebagai manusia kita akan mengalami ketercerabutan dari salah satu akar jati diri kita sendiri, dan dengan demikian menyia-nyiakan salah satu modal dasar utama dalam mencapai puncak keunggulan diri. Padahal kita semua sedang berhadapan dengan globalisasi di mana setiap pribadi dan setiap bangsa atau pun suku bangsa tanpa terhindarkan telah terlempar ke tengah kancah persaingan sangat tajam, baik dalam hal meraih segala berkah luar biasa yang tersaji sebagai resultan kemajuan peradaban sedunia maupun untuk sekedar mempertahankan hidup (survival).
Mengangkat ke pentas sembilan cabang seni tradisonal yang merupakan kekayaan budaya Sulawesi Utara – Tari Maengket, Tari Kabela, Tari Masamper, Tari Mahamba’, Tari Jajar, Tari Kabasaran, Musik Bia', Musik Kolintang dan Musik Bambu – ini tak lain merupakan upaya sebisanya yang dapat kita lakukan berdasar kesadaran tentang penting dan strategisnya membangkitkan seni budaya leluhur demi keunggulan semua kita sebagai individu maupun sebagai bangsa. Dengan senantiasa mengingat, 9 itu tentu saja bukan sudah semua dari kekayaan budaya yang di miliki daerah kita tercinta. Cabang seni yang lain dan oleh pihak manapun di antara kita.
Untuk setiap cabang kesenian, diharapkan sudah memiliki pelatih ataupun kader dalam jumlah (kuantitas) yang besar dan terus membesar, yang disertai bekal ketrampilan teknis dengan kualitas yang memadai. Masyarakat disetiap pelosok didorong untuk mendirikan grup atau sanggra seni tradisonalnya. Cabang- cabang yang memerlukan peralatan khusus, seperti perangkat alat musik dalam kesenian kolintang, disusahakan pengadaannya; sembari menghidupkan roda produksi para pengrajin alat-alat musik tradisonal maupun peralatan seni lainnya. Mengingat kondisi perekonomian masyarakat kebanyakan yang belum cukup berkembang melalui pembangunan selama ini, sehingga para seniman di kampung – kampung harus menunda aktivitas berkarya seninya lantaran harus lebih dulu memenuhi kebutuhan pokoknya melalui bidang masyarakat termasuk kita semua sangatlah dibutuhkan. Dan ini adalah kebutuhan budaya, yakni aspek yang justru akan memungkinkan pembangunan bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya semakin bias dijamin keberhasilan optimalnya.
Bersama dengan semua kativitas seni budaya Sulawesi Utara ini pun diusahakan beberapa proyek pemecahan rekor MURI untuk segi kuantitas dari artefak budaya kita (seperti terompet dari musik bambo klarinet) dan beberapa produk andalan daerah ( seperti kacang dan dodol) yang dikemas dalam visual art (seni rupa) berukuran besar/ kolosal yang melibatkan sebanyaknya warga. Kesemuanya tak lain untuk menggerakkan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya secara lebih dan lebih lagi, itu saja.
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan karunia serta perlindungan-Nya bagi setiap kita untuk tetap dan semakin bergiat dalam memajukan seni budaya kita sebagai bagian dari kebudayaan sesama umat manusia di manapun berada.
Mari sama-sama bergiat, I Yayat U Santi!

Benny J. Mamoto

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda